Selasa, 27 Oktober 2015


PERKEMBANGAN PARADIGMA SISTEM ADMINISTRASI NEGARA DI INDONESIA


BAB 1
 PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Setiap Negara-negara didunia memiliki struktur pemerintahan ataupun sistem pemerintahan dalam penyelenggaraan kebijakan dan mengukur kualitas pelayanan yang diberikan suatu Negara kepada warganya. Setiap sistem maupun detail pemerintahan yang dianut di dalam suatu Negara tidak serta-merta timbul dengan sendirinya, melainkan diadaptasi dari pemikiran-pemikiran para ilmuwan yang kemudian diterapkan di masing-masing Negara sesuai dengan latar belakang suatu bangsa dan kepribadian bangsa di dalam suatu Negara tersebut. Latar belakang masyarakat Indonesia yang majemuk (multikultural) mempengaruhi sistem administrasi maupun pemerintahan di indonesia. Sebelum penulis membahas lebih jauh sistem pemerintahan di Indonesia, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai sistem administrasi itu sendiri.
Jadi, sistem adalah kesatuan yang utuh dari suatu rangkaian, yang kait-mengait satu sama lain. Bagian atau anak cabang dari suatu sistem, menjadi induk dari rangkaian selanjutnya. Begitulah seterusnya sampai pada bagian terkecil. Rusaknya salah satu bagian akan mengganggu kestabilan sistem itu sendiri secara keseluruhan
Jadi sistem admnistrasi Negara merupakan Keseluruhan penyelenggaraan pemerintahan Negara yang melibatkan segenap aparatur Negara, sumber daya dan sumber dana dalam rangka mencapai tujuan negara dan tujuan pemerintah. Dari definisi ini, maka gejala-gejala administrasi negara dapat kita temui disemua tingkatan dan semua jajaran pemerintahan. Sistem Administrasi Negara pada dasarnya hanya merupakan suatu model. Selanjutnya sistem administrasi negara Indonesia dapat diartikan baik secara luas maupun secara sempit. Kedudukan administrasi publik yang berorientasi pada prinsip-prinsip manajemen tersebut kemudian terus berkembang, terutama ketika beberapa ilmuwan dan cendekiawan menyatakan bahwa administrasi publik pada hakekatnya memiliki fungsi mengurusi organisasi dan manajemen pemerintah dalam melaksanakan kekuasaan politiknya, termasuk dalam proses penentuan kebijaksanaan politik. Pada hakekatnya dilihat dari segi unsur-unsur yang mempengaruhi, suatu sistem administrasi negara-negara di dunia dapat dikatakan hampir sama satu dengan yang lainnya. Demikian juga sistem administrasi negara Indonesia tidaklah jauh berbeda dengan sistem administrasi negara yang lain, yakni suatu sistem administrasi negara yang memiliki unsur-unsur dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Namun demikian karena tidak ada sistem administrasi negara yang persis sama antara negara yang satu dengan negara yang lain, maka sistem administrasi negara Indonesia dalam eksistensinya juga berbeda dengan sistem administrasi negara lainnya.
Trend lain dari pertumbuhan administrasi publik adalah terbentuknya berbagai asosiasi administrasi publik baik secara nasional maupun internasional. Akhirnya, bersamaan dengan berkembangnya berbagai masalah sosial dan ekonomi di tengah masyarakat dunia pada tahun 80-an, terlihat gejala-gejala akan munculnya suatu paradigma baru administrasi publik yang berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Dalam arti luas administrasi negara adalah kegiatan negara dalam melaksanakan kekuasaan politiknya. Pengertian tersebut telah diuraikan pada bagian atas, yaitu menyangkut kegiatan keseluruhan lembaga negara. Sedangkan dalam pengertian sempit, administrasi negara adalah kegiatan pemerintah (eksekutif) dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa dalam arti yang luas administrasi negara menyangkut kegiatan keseluruhan lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif dalam menyelenggarakan kegiatan kenegaraan, sedangkan dalam arti sempit administrasi negara menyangkut kegiatan penyelenggaraan pemerintahan oleh eksekutif (pemerintah), yang tentu saja di dalam proses penyelenggaraan pemerintahan tersebut melibatkan keseluruhan masyarakat dengan memperhitungkan kemampuan pendanaannya.

1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana sejarah perkembangan sistem administrasi Negara di Indonesia?
2) Bagaimana perkembangan paradigma dalam sistem administrasi Negara?
3) Bagaimana model sistem administrasi Negara pada era pembangunan?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
• Untuk mengetahui dan memahami perkembangan administrasi Negara di Indonesia sebagai suatu sistem.
• Untuk mengetahui dan memahami apa saja paradigma sistem administrasi Negara dan bagaimana perkembangan paradigma sistem administrasi Negara di Indonesia.
• Untuk mengetahui dan memahami bagaimana model sistem administrasi Negara yang berkembang pada era pembangunan nasional.
1.3.2 Manfaat
Makalah ini mempunyai manfaat bagi segala kalangan, dalam kalangan akademisi makalah ini dapat digunakan sebagai referensi dalam penulisan maupun literature bahan ajar bagi peserta didik.
Bagi kalangan siswa maupun mahasiswa, makalah ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi dalam pemenuhan tugas maupun sebagai bahan dalam proses belajar.
Sedangkan bagi masyarakat sipil makalah ini dapat berdaya guna agar daya pikir masyarakat semakin berkembang dan mengatahui bagaimana sistem pemerintahan yang ada di dunia terutama sistem pemerintahan yang digunakan di Indonesia.


BAB 2
 KAJIAN TEORI


2.1 Definisi Paradigma
Paradigma adalah corak berpikir seseorang atau kelompok orang . Karena ilmu pengetahuan itu sifatnya nisbi, walaupun salah satu persyaratan harus dapat diterima secara universal, namun dalam kurun waktu tertentu tetap mengalami perubahan, termasuk ilmu-ilmu eksakta sekalipun. Hanya saja ilmu-ilmu eksakta memang cenderung pada objek-objek, fakta-fakta, dan hukum-hukumnya relative lebih lama, tidak terpengaruh oleh situasi dan kondisi serta penginderaan manusia ilmu eksakta relative lebih pasti dibandingkan ilmu-ilmu sosial.
Thomas khun mengatakan paradigm merupakan merupakan suatu cara pandang, nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar, atau cara memecahkan suatu masyarakat ilmiah pada suatu masa tertentu.
Paradigma merupakan cara pandang yang fundamental, dilandasi nilai-nilai tertentu, dan berisikan teori pokok, konsep, asumsi, metodologi atau cara pendekatan yang dapat dipergunakan dalam pengembangan ilmu maupun pemecahan permasalahan praktis. Pada tahapan tertentu, paradigma dapat dipandang sebagai suatu kesatuan teori, model, strategi, dan sistem pengelolaan dalam penyelenggaraan praktek administrasi.
2.2 Definisi Sistem
Menurut Sumantri, sistem adalah sekelompok bagian-bagian yang bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu maksud, apabila salah satu bagian rusak atau tidak dapat menjalankan tugasnya maka maksud yang hendak dicapai tidak akan terpenuhi atau setidak-tidaknya sistem yang sudah terwujud akan mendapat gangguan. Menurut Pamudji, sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan kompleks yang utuh.
2.3 Definisi Administrasi
Menurut Prajudi Atmosudirjo (1982: 39-40), administrasi merupakan suatu fenomena sosial yaitu perwujudan tertentu di dalam masyarakat modern. Eksistensi administrasi ini berkaitan dengan organisasi. Jadi, barang siapa hendak mengetahui adanya administrasi dalam masyarakat ia harus mencari terlebih dahulu suatu organisasi yang masih hidup, disitu terdapat administrasi.
Menurut Sondang P. Siagian (1985), administrasi adalah keseluruhan proses pelaksanaan dari keputusan-keputusan yang telah diambil dan pelaksanaan itu pada umumnya dilakukan oleh dua orang manusia atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut Hadari Nawawi, administrasi adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan sebagai proses pengendalian usaha kerja sama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan sebelumnya.
2.4 Definisi Negara
Menurut Herman Finer, Negara adalah organisasi kewilayahan yang bergerak di bidang kemasyarakatan dan kepentingan perseorangan dari segenap kehidupan yang multidimensional untuk pengawasan pemerintahan dengan legalitas kekuasaan tertinggi. Menurut Kranenburg, Negara adalah suatu sistem dari tugas-tugas umum dan organisasi yang diatur dalam usaha untuk mencapai tujuan yang juga menjadi tujuan rakyat yang diliputinya, sehingga harus ada pemerintah yang berdaulat. Menurut Robert Mac Iver, Negara adalah gabungan antara suatu sistem kelembagaan dengan organisasinya sendiri sehingga bila membahas tentang Negara, kita cenderung selalu mengartikan lembaga dari suatu organisasi penyelenggara.
2.5 Definisi sistem Administrasi Negara
Jadi, menurut Pffifner dan Presthus tentang sistem administrasi Negara antara lain:
a. Administrasi Negara meliputi implementasi kebijaksanaan pemerintah yang telah ditetapkan oleh badan-badan perwakilan politik.
b. Administrasi Negara dapat didefinisikan sebagai koordinasi usaha-usaha perorangan dan kelompok untuk melaksanakan kebijaksanaan pemerintah. Hal ini terutama meliputi pekerjaan sehari-hari pemerintah.
c. Secara ringkas, administrasi adalah suatu proses yang bersangkutan dengan pelaksanaan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah, pengarahan kecakapan dan teknik-teknik yang tidak terhingga jumlahnya, memberikan arah dan maksud terhadap usaha sejumlah orang.


BAB 3
 PEMBAHASAN


3.1 Sejarah Perkembangan Sistem Administrasi Negara Di Indonesia
Administrasi Negara modern yang dikenal sekarang ini merupakan produk dari suatu masyarakat feodal yang tumbuh subur di Negara-negara Eropa. Negara-negara di daratan eropa yang semuanya dikuasai oleh kaum feodal, bangsawan dan kaum ningrat kerajaan berusaha untuk mengokohkan sistem pemerintahannya. Dengan semakin tumbuhnya perkembangan masyarakat, sentralisasi kekuasaan dan pertanggungjawaban dalam pemerintahan monarki menimbulkan suatu kebutuhan untuk mendapatkan korps administrator yang cakap, penuh dedikasi, stabil dan integritas.
Sedangkan perkembangan administrasi Negara di Indonesia telah ada sejak awal kemerdekaan, pada tanggal 11 januari 1800. Yang meletakkan dasar-dasar administrasi Negara modern di Indonesia adalah Gubernul Jenderal Daendels. Pola pikir dan pola organisasi kenegaraan Daendels berasal dari prancis di bawah Kaisar Napoleon, yang sesuai dengan jamannya yaitu pemerintahan berorientasi militer. Setelah periode pemerintahan diganti oleh Raffles (1811-1816) jiwa pemerintahan yang semula berjiwa otokratis militer menjadi demokratis sipil. Raffles adalah pembawa dan penyebar ajaran demokrasi modern di Indonesia. Oleh karena itu, Raffles meletakkan titik berat sistem pemerintahannya pada “Village Administration” atau administrasi desa, dan tidak lagi pada bupati karena dianggap sebagai sumber korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang terhadap rakyat kecil. Sehingga lahirlah “Landrent System” atau sistem sewa tanah dan berubah sifat menjadi Sistem Pajak Tanah. Hingga sekarang pajak tanah ini masih diterapkan di Indonsia yang berubah sifat menjadi sistem pajak tanah dan pada era modern ini berkembang menjadi PBB (pajak bumi dan bangunan). Kemudian sistem pemerintahannya yang hanya berorientasi pada administrasi desa telah mengalami perubahan sepanjang masa sejak 1816 hingga kini adalah sistem pemerintahan dan sistem administrasi pemerintahan, sistem administrasi keuangan dan sistem peradilan serta sistem adminitrasi peradilan. Administrasi telah lebih banyak dipelajari sebagai suatu hal yang bisa memberikan pelayanan terhadap pemberian saran kebijaksanaan kepada menteri. Dan sedikit dipelajari sebagai proses manajemen ke dalam (internal management) dalam aplikasinya pada sistem administrasi Negara.
Pola dan sistem pemerintahan administrasi Negara di Indonesia sekarang jauh lebih maju dan praktis daripada pola dan sistem pemerintahan pada masa sebelumnya. Hanya saja yang perlu didayaupayakan sekarang adalah sistem kinerja lembaga serta alat-alat kelengkapan Negara agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta peningkatan profesionalitas setinggi-tingginya, dalam pengertian profesionalitas termasuk:
1. Ethos kerja yang tinggi (moral, etika, semangat)
2. Peningkatan mutu pendidikan, termasuk pendidikan dalam konteks ilmu administrasi negara modern
3. Pengalaman dan keterampilan yang dikembangkan secara sistematis
4. Penggunaan peralatan (equipment) yang modern dan efektif.

3.2 Perkembangan Paradigma dalam Administrasi Negara
3.2.1 Konsep Paradigma Administrasi Negara Nicholas Henry
Nicholas Henry merumuskan lima paradigma berdasarkan pada fokus kepentingannya dan locus dimana secara institusional administrasi dipraktekkan, yaitu :
1. Paradigma dikotomi antara politik dan administrasi Negara
Fokus paradigma Dikotomi Politik- Administrasi (1900-1926) adalah pemisahan urusan politik dari urusan administrasi dalam fungsi pokok pemerintah, dimana substansi ilmu politik hanya meliputi masalah-masalah politik, pemerintahan, dan kebijaksanaan, dan substansi administrasi pada masalah-masalah organisasi, kepegawaian, dan penyusunan anggaran dalam sistem birokrasi pemerintah. Paradigma Dikotomi Politik-Administrasi juga mengindikasikan pentingnya manajemen untuk menyumbangkan analisis ilmiahnya kepada ilmu administrasi, perlunya administrasi publik menjadi ilmu pengetahuan yang bebas-nilai, dan bahwa misi ilmu administrasi adalah ekonomis dan efisiensi. Locus politik meliputi badan-badan legislatif dan yudikatif dengan tugas pokok membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan atau melahirkan keinginan-keinginan negara, sementara locus administrasi pada badan-badan eksekutif dan tugasnya menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijaksanaankebijaksanaan tersebut (Goodnow, 1900:10-11).
2. Paradigma prinsip-prinsip administrasi,
Dalam paradigma Prinsip-Prinsip Administrasi (1927-1937) fokus dianggap yang terpenting, sementara locus tidak dipermasalahkan. Administrasi publik dipandang memiliki sifat universal, artinya dapat diimplementasikan pada semua tatanan administrasi tanpa mempedulikan kebudayaan, fungsi, lingkungan, misi, atau kerangka institusi. Prinsip-prinsip dipandang sebagai unsure penting bagi administrasi sebagai suatu ilmu. Para teoritikus lainnya yang dapat dikategorikan dalam paradigma ini adalah Willoughby, Henry Fayol, Mary Parker Follet, James Mooney dan Alan Reiley, Frederick Taylor, serta Luther Gulick dan Lyndall Urwick yang terkenal dengan prinsip POSDCORB.
3. Paradigma administrasi Negara sebagai ilmu politik.
Fokus utama dari paradigma Administrasi Publik sebagai Ilmu Politik (1950-1970) adalah kembalinya eksistensi administrasi publik sebagai bagian ilmu politik karena administrasi publik pada dasarnya mengabdi kepada kekuasaan dan memiliki kekuasaan penuh untuk melakukan pengabdiannya dalam membantu penguasa dalam memerintah secara lebih efisien. Locus administrasi publik pun sudah jelas, yakni lingkungan birokrasi pemerintahan. Para tokoh yang termasuk paradigma ini, di antaranya Chester Barnard, Herbert Simon, Allen Schick, Frederick Mosher, Robert Dahl dan Dwight Waldo.
4. Paradigma administrasi Negara sebagai ilmu administrasi.
Pada paradigma Administrasi Publik Sebagai Ilmu Administrasi (1956-1970), yang terpenting adalah fokus sedangkan locus bukan suatu persyaratan. Dengan prinsip ini teknikteknik ilmu manajemen dan teori organisasi mulai dikembangkan sebagai bagian dari ilmu administrasi publik, dan seringkali memerlukan keahlian dan spesialisasi. Tetapi dimana dan pada institusi apa teknik-teknik ini harus diterapkan bukanlah menjadi rumusan perhatian paradigma ini. Tokoh-tokoh administrasi publik yang dicatat termasuk dalam paradigma ini, antara lain Keith Henderson, James March dan Herbert Simon.
5. Paradigma administrasi Negara sebagai ilmu administrasi Negara.
Paradigma Administrasi Publik Sebagai Ilmu Administrasi Publik (1970-) merupakan pembaharuan dari paradigma sebelumnya. Dalam hubungan ini, locus administrasi bukan hanya terbatas pada bidang administrasi, tetapi mulai merambah kepada teori organisasi. Fokus administrasi pun berkembang kepada teori administrasi yang lebih mempersoalkan bagaimana seharusnya suatu organisasi berjalan, orang-orang berperilaku, dan keputusankeputusan diambil. Pada paradigma ini, administrasi publik kemudian banyak berorientasi kepada teori dan teknikteknik administrasi, manajemen modern, politik-ekonomi, serta proses pembuatan, analisis, dan metode pengukuran hasilhasil kebijaksanaan publik. Tokoh-tokoh administrasi publik yang dapat dikategorikan dalam paradigma ini antara lain Charles Lindbloom, Gerald Caiden, Louis Gawthrop, D.H. Rosenbloom, R.T Golembewski, Frederick Mosher, dan Amitai Etzioni.
3.2.2 Paradigma Administrasi Negara George Frederickson
George Frederickson merumuskan lima model paradigma administrasi publik yang duraikan dari sudut teori, dalam arti pengetahuan yang positif atau yang punya dasar empiris. Kelima model tersebut adalah:
1. Paradigma birokrasi klasik
Fokus pengamatan model Birokrasi Klasik adalah struktur (disain) organisasi dan fungsi atau prinsip-prinsip manajemen, sedangkan locusnya adalah berbagai bentuk organisasi pemerintah dan bisnis. Nilai pokok yang ingin diwujudkan dalam paradigma ini adalah efisiensi, efektivitas, ekonomi dan rasionalitas. Tokoh administrasi yang dapat dikategorikan dalam paradigma ini antara lain Frederick taylor, Max Weber, Woodrow Wilson, serta L. Gulick dan L. Urwick.
2. Paradigma birokrasi neo-klasik
Model Birokrasi Neo-Klasik sebenarnya mengandung nilai yang serupa dengan paradigma pertama, tetapi dengan fokus dan locus berbeda. Fokus dari paradigma ini adalah proses pengambilan keputusan yang dimabil birokrasi pemerintahan dengan perhatian khusus kepada penerapan ilmu perilaku, ilmu manajemen, analisa sistem, dana penelitian operasinya, sedangkan locusnya adalah ‘keputusan’ yang dihasilkan. Tokoh-tokoh yang dapat dimasukkan ke dalam paradigma ini antara lain Herbert Simon, William Gore, Richard Cuert dan James March.
3. Paradigma kelembagaan
Model Kelembagaan berfokus pada pemahaman tentang perilaku birokrasi yang dipandang juga sebagai suatu organisasi yang kompleks. Masalahmasalah efisiensi, efektivitas, dan produktivitas organisasi kurang mendapat perhatian. Salah satu perilaku birokrasi yang diungkapkan dalam paradigma ini adalah proses pengambi lan keputusan yang inkremental dan gradual, yang dipandang sebagai satu-satunya cara untuk memadukan kemampuan dan keahlian birokrasi dengan preferensi kebijaksanaan dan berbagai kemungkinan bias dari pejabat politis. Tokoh-tokoh dalam paradigma ini antara lain Charles Linblom, J. Thomson, Michel Crozier, Anthony Downs, Frederick Mosher, dan Amitai Etzioni.
4. Paradigma hubungan kemanusiaan
Di pihak lain, model Hubungan Antar Manusia berfokus pada dimensidimensi hubungan antar-manusia dan aspek sosial-psikologi dalam tiap bentuk organisasi dan birokrasi. Sementara nilai-nilai yang mendasari adalah partisipasi dalam pengambilan keputusan, minimasi perbedaan dalam status dan hubungan antarpribadi, keterbukaan, aktualisasi diri, dan optimasi kepuasan. Menurut Mustopadidjaja, akhir-akhir ini berkembang pula paradigma pembelajaran (learning paradigm) yang dapat dimasukkan ke dalam kelompok ini dan berorientasi pada peningkatan kapasitas individu dan institusi. Tokoh-tokoh dalam paradigma ini antara lain Rennis Likert, Daniel Katz dan Robert Kahn, Warren Bennis, dan Eugene McGregor.
5. Paradigma pilihan masyarakat umum
Selanjutnya dalam Model Pilihan Publik dinyatakan, bahwa administrasi publik tak lepas dari politik, sedangkan locusnya adalah pilihan-pilihan publik dalam pelayanan barang dan jasa yang harus diberikan oleh berbagai bentuk dan jenis organisasi. “Bentuk ekonomi politik modern,” kata Frederickson, “didasarkan pada pilihan pendekatan antara ekonomi pasar bebas dan pilihan publik.” Tokohtokoh dalam paradigma ini adalah Vincent Orstrom, James Buchanan, Michel Olson, dan George Tullock.
6. Paradigma administrasi Negara baru
Melalui konsep Administrasi Publik Baru, Frederickson berupaya untuk mengorganisasikan, mendisaian, dan membuat organisasi dapat berjalan ke arah perwujudan nilai-nilai kemanusiaan secara maksimal melalui pengembangan sistem desentralisasi dan pembentukan organisasi-organisasi yang responsif dan partisipatif, serta dapat memberikan jasa yang diperlukan. Karakteristik Administrasi Publik Baru, menurut Frederickson, adalah menolak anggapan bahwa teori-teori administrasi dan para praktisi bersifat netral atau bebas-nilai, sementara nilai-nilai yang dianut dalam berbagai paradigma relevan walaupun terkadang saling bertentangan satu sama lain.
3.2.3 Konsep Paradigma Administrasi Negara Mustopadidjaja
Seorang pakar administrasi publik Indonesia, Mustopadidjaja, mencoba merumuskan empat paradigma yang ‘lebih merupakan teori dasar’ atau ‘dasar-dasar bangunan teori mengungkapkan konsep-konsep pokok, khususnya yang terdapat dalam paradigma-paradigma yang dirumuskan Henry dan Frederickson tersebut di atas. Keempat paradigma tersebut adalah:
1. Struktural-Fungsional
Fokus kajian dan permasalahan Paradigma Struktural-Fungsional adalah disain dan fungsi organisasi, yakni melihat birokrasi sebagai suatu organisasi yang disusun secara rasional berdasarkan pembagian kerja dan fungsi-fungsi spesifik menurut hierarki serta kewenangan tertentu, kemudian dijalankan oleh tenaga-tenaga yang sesuai dengan tugas dan fungsinya. Bila dihubungkan dengan universalisme prinsip-prinsip administrasi dan ilmu administrasi yang bebas-nilai, paradigma ini menganggap bahwa melalui model birokrasi tersebut, maka nilai-nilai efisiensi, ekonomi, efektivitas dan produktivitas dari paradigma ini akan dapat dicapai.
2. Perilaku
Paradigma Birokrasi Klasik dari Frederickson dan Paradigma Prinsip- Prinsip Administrasi dari Henry dapat digolongkan dalam kelompok ini karena paradigma-paradigma tersebut lebih melihat organisasi sebagai suatu sistem tertutup, yang secara eksplisit tidak memperhatikan hubungan dengan organisasi lain maupun dengan lingkungan sosial ekonomi yang lebih luas.
3. Sistemik, dan
Dalam paradigma Perilaku pengamatan dan analisis difokuskan pada dimensi kemanusiaan dalam organisasi dan manajemen, sebagai reaksi terhadap pandangan strukturalfungsional yang mengabaikan aspekaspek tersebut, dan memperhitungkan beberapa aspek perilaku manusia dalam konteks kehidupan berorganisasi. Berbagai teori dalam paradigmaparadigma Birokrasi Neo-Klasik, Model kelembagaan dan Hubung an Kemanusiaan dari Frederickson termasuk dalam kelompok ini, dan demikian juga Paradigma Administrasi publik Sebagai Ilmu Administrasi dari Nicholas Henry. Disamping itu, berbagai pendekatan yang berfokus pada proses pembelajaran (learning paradigm) dapat dikelompokkan ke dalam paradigma ini. Sementara itu,
Paradigma Sistemik berfokus pada pendekatan menyeluruh dan terpadu dimensi–dimensi administrasi dan menempatkan birokrasi sebagai suatu sistem organisasi dan manajemen yang secara dinamik mengadakan interaksi dengan lingkungan internal (inner system) maupun eksternal (outer system atau contingencial). Pilar bangunan Paradigma Sistemik ini dibangun dari berbagai teori dan pendekatan dalam Paradigma Struktural-Fungsional dan Paradigma Perilaku. Disamping itu, paradigma ini menganut adanya nilai-nilai keserasian, keseimbangan, kontinuitas, dan optimalisasi pencapaian tujuan.
4. Kebijakan Publik
Paradigma Kajian Kebijakan Publik memfokuskan perhatian dan analisisnya pada keseluruhan substansi dari proses kebijakan, mulai dari perumusan kebijakan, pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian kinerja yang harus dilakukan sisten administrasi publik, baik dalam konteks substansi permasalahan di dalam sistem itu sendiri (inner system), maupun dalam interaksinya secara dinamis dan contingencial dengan lingkungan eksternalnya. Locus dari paradigma ini adalah sistem administrasi publik dalam berbagai unsur, satuan, posisi, peran dan dinamikanya.
3.3 Model Administrasi Publik pada Era Pembangunan
Tiga model analisis yang dikenal dengan paradigma yang telah didiskusikan di atas menawarkan pemikiran-pemikiran yang sangat bermanfaat bagi pemecahan masalah-masalah empirik, baik organisasional maupun lingkungan, yang muncul dalam setiap praktek administrasi publik. Akan tetapi dalam kenyataannya, ketiga paradigma tersebut, dan paradigmaparadigma administrasi publik lainnya, tampaknya belum dapat membantu memecahkan permasalahan-permasalahan sebagai-mana diharapkan terbukti dengan masih banyaknya negara, terutama negara-negara berkembang, yang belum berhasil melaksanakan fungsi umum pemerintahan secara efektif dan efisien.
Berbagai dimensi administrasi dan kompleksitas permasalahan pembangunan yang tumbul dalam rangka penyelenggaraan berbagai tugas pemerintahan di negara-negara berkembang tersebut secara sistemik berhubungan erat satu sama lain, dan dapat disederhanakan dalam komponenkomponen permasalahan administrasi sebagai berikut: kelembagaan, organisasi, sumber daya manusia, manajemen dan sarana dan prasarana administrasi (Mustopadidjaja, ibid). Apabila dihubungkan dengan inti dari ilmu administrasi publik ketika pertama kali dikembangkan oleh Woodrow Wilson bahwa tujuan utama eksistensinya adalah untuk melayani kepentingan masyarakat pada umumnya, maka tampaknya diperlukan paradigma-paradigma baru yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan administrasi di negaranegara berkembang dan berorientasi pada ‘administrasi pemerintahan yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah untuk kepentingan masyarakat.’ Paradigma-paradigma baru tersebut muncul sesudah berakhirnya era paradigma Henry pada tahun 1970, dan berbarengan dengan Era Pembangunan yang dicanangkan oleh United Nation Organization (Thoha, ibid. Apabila dilihat dari sudut pandang administrasi publik, maka paradigma-pradigma baru yang muncul dapat disebut paradigmapradigma pembangunan. Paradigma-paradigma tersebut, antara lain, adalah ‘Reinventing Government’, “Banishing Bureaucracy’, dan ‘Good Governance’.
1. Konsep Reinventing Government
Menurut Osborne dan Gaebler, untuk memperbaiki kinerjanya pemerintah berperan sebagai katalisator, yang tidak melaksanakan sendiri pembangunan, tetapi cukup mengendalikan sumber-sumber yang ada di masyarakat dengan mengoptimalkan pembangunan dana dan daya sesuai kepentingan publik. Di samping itu, pemerintah harus memberdayakan masyarakat agar lebih berperan serta dalam pembangunan melalui organisasiorganisasi kemasyarakatan seperti Koperasi, LSM, dan sebagainya. Dalam bidang pelayanan publik, pemerintah harus menciptakan kompetisi agar sektor usaha swasta dan pemerintah bersaing, dan terpaksa bekerja lebih profesional dan efisien. Pemerintah pun harus melakukan aktivitas yang menekankan kepada pencapaian apa yang merupakan “misinya” daripada menekankan pda peraturan-peraturan.
2. Konsep Banishing Bureaucracy
Paradigma baru lainnya menurut David Osborne dan Peter Plastrik di dalam buku “Banishing Bureaucracy” (1996) adalah membahas cara penerapan strategi untuk mentransformasikan sistem dari organisasi birokrasi ke organisasi wirausaha, dengan memberikan know how untuk aplikasinya melalui 5 strategi inovatif. Kelima strategi tersebut adalah (1) Center Strategy, (2) Consequency Strategy, (3) Customer Strategy, (4) Control Strategy, dan (5) Cultural Strategy. Perbedaan antara kedua paradigma tersebut adalah Reinventing Government menawarkan reinvensi dengan karakteristik yang berorientasi wirausaha secara deskriptif, sedangkan Banishing Bureaucracy membahas cara penciptaan strategi untuk mentransformasikan sistem organisasi birokrasi ke organisasi wirausaha secara preskriptif.
3. Konsep Good Governance
Good Governance merupakan suatu paradigma baru yang berorientasi kepada hubungan yang sinergik dan konstruktif di antara pemerintah, sector swasta dan masyarakat, dalam rangka melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bertanggungjawab. UNDP merumuskan 9 karakteristik Good Governance. Kesembilan karakteristik tersebut adalah (1) Participation, (2) Rule of Law, (3) Transparency, (4) Responsiveness, (5) Consensus Orientation, (6) Equity, (7) Effectiveness and Efficiency, (8) Accountabilty, dan (9) Strategic Vision.
Menurut konsep ini, untuk mewujudkan suatu Kepemerintahan yang Baik, pemerintah harus member kesempatan kepada setiap warga negara untuk berpartisipasi secara konstruktif dalam pembuatan keputusan. Kerangka hukum negara pun harus adil dan diberlakukan kepada setiap warganegara, terutama yang berkaitan dengan hak asasi manusia.
Pada hakekatnya masalah-masalah tersebut secara sistemik bertalian erat satu sama lain, dan dapat disederhanakan sebagai permasalahan kelembagaan, organisasi, sumber daya manusia,manajemen, serta sarana dan prasarana administrasi. Pembangunan administrasi publik pada hakekatnya terarah pada upaya mengatasi berbagai permasalahan empirik yang dihadapi sistem administrasi publik, baik yang muncul dalam sistem internal maupun dalam kaitannya dengan interaksi sistem dengan lingkungannya. Diharapkan, berbagai paradigma tersebut dapat membantu memecahkan permasalahan-permasalahan empirik tersebut sehingga proses pencapaian tujuan dalam penyelenggaraan fungsi umum pemerintahan yang harus dilakukan dapat berlangsung secara efektif dan efisien.


BAB 4
 PENUTUP


4.1 Kesimpulan
Dengan demikian, teori merupakan instrumen yang sangat penting, yang mendasari suatu model, dan teori berpangkal pada suatu paradigma. Setiap kebijakan administrasi publik beranjak dari teori atau paradigma tertentu, yang selanjutnya dapat digunakan untuk mengembangkan disain strategi dan kebijakan administrasi publik, baik nasional, regional, sektoral maupun institusional. Perkembangan ilmu administrasi publik, pada hakekatnya, bermula dari empat jenis teori yang dikembangkan Stephen Bailey, yang mendasari pembentukan tiga pilar administrasi publik, dan selanjutnya mendasari penyusunan paradigma. Teori tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Teori Deskriptif,
(2) Teori Normatif,
(3) Teori Asumtif, dan
(4) Teori Instrumental.
Dari keempat teori tersebut selanjutnya berkembang suatu proses pembentukan tiga pilar utama administrasi publik, yaitu:
a. Perilaku organisasi, dan perilaku manusia dalam organisasiorganisasi publik,
b. Teknologi manajemen, dan lembaga-lembaga implementasi kebijaksanaan, dan
c. Kepentingan publik yang berkaitan dengan pilihan etika individual dan persoalan-persoalan pemerintahan.


DAFTAR PUSTAKA



Syafiie, inu kencana. 2008. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI). Cetakan ketiga. Bandung: PT Bumi Aksara
Miftah thoha. 1984. Dimensi-dimensi prima ilmu administrasi Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Admosudirdjo S. Prajudi. 1989. Dasar-dasar Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia
Anwaruddin, Awang. 2004. Pasang Surut Paradigma Administrasi Publik. Jurnal Ilmu Administrasi. No. Vol 2
Sugandha, Dann. 1989. Pengantar Administrasi Negara. Jakarta: Intermedia